Kajian Aswaja NU

Meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai Aswaja dalam beraqidah, bersyari'at dan berakhlak

Kajian Kitab al-Hikam

Membantu menata hati untuk meningkatkan akhlak kepada Alloh dan kepada sesama manusia

Radio Aswaja NU Magetan

Pada frequensi 96,3 Mhz, Radione Wong NU, " Memikat Masyarakat, Merekat Umat ".

Mengawal Gairah Jama'ah dan Jam'iyyah

Menjadi daya pikat bagi masyarakat umum untuk bergabung, dan merekat ukhuwwah intern umat Aswaja .

Media Siar yang menyejukkan

Para Pendengarnya semakin memahami, meyakini dan mengamalkan amaliyah Aswaja.

Khutbah Idul Fitri 1439 H : MENGGAPAI JIWA YANG FITRI


Hasil gambar untuk jiwa yang fitri

KHUTBAH IDUL FITRI 1439 H
MENGGAPAI JIWA YANG FITRI
Oleh : H. Yusron Kholid

بسم الله الرحمن الرحيم

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر 
 الحَمْدُ لِلَّهِ اَّلذِى عَادَ عَلَيْنَا نِعَمَهُ فِى كُلِّ نَفْسٍ وَلَمْحَاتٍ وَأَسْبَغَ عَلَيْنَا ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً فِى اْلجَلْوَاتِ وَاْلخَلْوَاتِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اَّلذِى امْتَنَّ عَلَيْنَا لِنَشْكُرَهُ بِأَنْوَاعِ الذِّكْرِ وَالطَّاعَاتِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَسَائِرِ اْلبَرِيَّاتِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ اْلفَضْلِ وَاْلكَمَالِ.
اللهُ أَكْبَرُ أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا اْلحَاضِرُوْنَ!اِعْلَمُوْا, أَنَّ هَذَا يَوْمُ اْلعِيْدِ. هَذَا يَوْمُ اْلَفرَحِ. فَرَحَ اْلمُسْلِمُوْنَ لِتَوْفِيْقِ اللهِ إِيَّاهُمْ بِاسْتِكْمَالِ بَلاَءِ رَبِّهِمْ بِفَرْضِ الصِّيَامِ مَعَ التَّرْوِيْحَاتِ فَرَحَ اْلمُسْلِمُوْنَ بِوَعْدِ رَبِّهِمْ بِغُفْرَانِ مَا اجْتَرَحُوْا مِنَ السَّيِّئَاتِ وَاسْتِحْلاَلِ بَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ فِى اْلحُقُوْقِ وِاْلوَاجِبَاتِ.
إِخْوَانِى اْلكِرَامِ! فِى هَذَا اْليَوْمِ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْنَا الصِّيَامَ بَعْدَ أَنْ فَرَضَهُ عَلَيْنَا جَمِيْعَ الشَّهْرِ وَأَخْبَرَ أنَّهُ فَرَضَهُ لِنَكُوْنَ مِنَ اْلمُتَّقِيْنَ. فَيَنْبَغِى لَنَا أَنْ نَبْعَثَ فِى أَنْفُسِنِا بِارْتِقَائِهَا عَلَى مَرَاتِبِ التَّقْوَى وَنَهْتَمُّ بِدِيْنِ رَبِّنَا حَتَّى نَنَالَ مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا, فَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ التَّقْوَى,فَقَدْ فَـازَ الْمُتَّقُوْنَ.


Ma'asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Adalah sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT dengan mengucapkan "Alhamdulillahirabbil Alamin" karena kita telah dilimpahi berbagai macam kenikmatan yang tidak bisa kita hitung jenis dan jumlahnya satu persatu. Mudah-mudahan kenikmatan yang selalu kita syukuri ini akan senantiasa ditambah oleh Allah SWT dan kita digolongkan menjadi kaum yang pandai bersyukur. Amin ya Rabbal Alamin.
Oleh sebab itu, dari mimbar yang mulia ini, saya mengajak diri saya dan jamaah sekalian, marilah kita jaga dan kita tingkatkan kualitas iman dan takwa kepada Alloh, denggan sungguh-sungguh dan sepenuh hati, dengan melaksakan perintahperintah Allohs serta menjauhi segala apa yang dilarang sebagai bekal hidup di akherat kelak, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal menuju akherat hanyalah iman dan takwa tersebut.

Dan juga sebagai Ummat Nabi Akhiruz Zaman Nabi Muhammad SAW, sudah seharusnya kita senantiasa menyampaikan shalawat dan salam kepada beliau, agar kita tersambung secara ruhaniyah dengan beliau dan termasuk umat yang selamat dunia akherat. Seraya selalu berharap, semoga kita mendapatkan syafa’atnya kelak. Amin.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Ma'asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Pada saat ini kita bersama-sama merasakan kebahagiaan
yang tiada tara. Kita sudah sampai pada hari dimana kita kembali fitri dan kita bisa menunaikan shalat Id bersama dengan keluarga tercinta ditempat yang mulia ini. Hari ini adalah hari kemenangan bagi insan beriman yang menjalankan Ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh. Hari ini adalah hari dimana orang beriman yang berpuasa satu bulan penuh dikembalikan kepada fitrahnya, kepada kesuciannya laksana bayi yang baru terlahir kembali ke dunia. 

Hal ini sesuai dengan yang ditegaskan oleh Nabi Kuhammad SAW dalam Haditnya:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa yang berpuasa
pada bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan perhitungan, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat".

Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Perjuangan di Bulan Ramadhan adalah sebuah perjuangan keimanan. Iman kita diuji apakah lebih berat mengikuti ajakan setan untuk tidak berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga ataukah mengikuti perintah Allah SWT untuk mendapatkan predikat orang-orang yang bertaqwa.

Maka hadiah yang dikaruniakan Alloh kepada kita adalah dikembalikannya kita kedalam kondisi fitrah, seperti saat kita dilahirkan oleh ibu kita.
Sebagaimana sabda Rasul SAW.:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“ setaip bayi yang dilahirkan itu dalam keadaan suci/fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi, nasrani atau majusi “ ( HR. Baihaqy dan Thobroni )
Seharusnya kita perkokoh sifat-sifat fitrah dengan ketaqwaan yang sempurna


اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Konfisi itrah itu digapai karena setelah menuntaskan puasa Ramadhan beserta ibadah yang mengikutinya, kita dinilai Alloh telah mencapai derajat takwa – yang menjadi tujuan utama dari puasa Ramadhan -.
Maka untuk memahami kondisi fitrah itu, seorang muttaqin harus memahami, menghayati dan mempedomani ciriciti dan sifat-sifat orang yang bertakwa, sebagaimana yang telah dijelaskan Alloh dalam surah Ali Imron ayat 133-134
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa sifat orang muttaqin itu ada 4

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
1. menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit. Atau terbebas dari sifat “ hubbud-dun-ya “ ( cinta dunia )
 Berinfak di waktu lapang maupun sempit dapat dijelaskan; jika kita memiliki uang sepuluh ribu rupiah lalu kita infaqkan paling tidak 1000 rupiah, dan jika hanya memiliki seribu rupiah maka kitapun tetap infaqkan seratus rupiah.
Allah SWT (atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala’) kehidupan lantaran kebajikan yang mereka perbuat ini yakni “ suka berinfak “. Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. ‘Aisyah RA ( istri Nabi SAW ) pernah menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi. Dalam hal ini. Nabi Muhammad SAW bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

“Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma”. ( Hadits Shahih, Riwayat Bukhari dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami’ no. 114)
Syaikh as-Sa’di berkata tentang infaq dalam ayat di atas : Yaitu pada saat keadaan mereka sedang sulit atau keadaan mereka sedang lapang. Bila mereka lapang maka mereka (orang yang takwa ini) akan berinfak lebih banyak. Apabila mereka sedang kesulitan mereka tidak menganggap remeh suatu kebaikan walaupun hanya (berinfak) sedikit (Tafsir Karimur Rahman) 
Orang yang dalam keadaan sempit, dia bersedekah sedikit, namun  nilainya disisi Allah bisa jadi lebih besar dari orang yang dalam keadaan lapang dan  memiliki harta  melimpah,karena dia bersedekah dalam jumlah yang banyak dari rizki sedikit yang ia miliki. Itulah keadilan Allah. 
Rasulullah bersabda yang artinya : 
” Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham. Seorang bertanya : Bagaimana itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Seseorang mempunyai harta yang melimpah lalu dia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham dan menyedekahkannya, dan seseorang yang lain hanya memilik dua dirham, dia mengambil satu dirham lalu  mensedekahkannya” (H.R Imam an Nasa-i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). 

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
ciri orang yang bertakwa selanjutnya adalah :
 2.  Mengendalikan emosi atau amarah.
Yakni kemampuan mengendalikan dan mengarahkan emosinya kepada hal-hal yang poisitif dan terhindar dari dampak negatif yakni rusaknya tatanan hubungandan sendi kehidupan bermasyarakat dengan sesama manusia, dan yang paling parah adalah putusnya silaturrahmi yang dapat membuntu sumber rezeki serta memperpendek usia.
Seharusnya orang yang bertakwa itu mampu meredam emosinya, sehingga sikap yang terlahir menjadi tenang dan tetap bijak dalam menghadapi berbagai situasi dan keadaan yang terjadi pada diri maupun lingkungannya, dengan begitu maka sebesar apapun problematika yang dihadapi akan terurai dengan baik dan penuh keberkahan, karena runyamnya tatanan sosial itu seringkali diawali dengan sikap emosional yang tidak terkendali dan tidak proporsional.
jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah
ciri yang ke :
3. Suka memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati.
Memaafkan (al-‘afwu) berarti al-mahwu, menghapus. Allah itu al-‘afuww, Maha Memaafkan kesalahan hamba-Nya. Itu berarti Allah menghapus kesalahan yang telah diperbuat oleh hambanya tersebut.

Seorang anak yang menulis sebuah kalimat yang salah di buku tulisnya, ia akan menghapusnya hingga tak terbaca lagi. Bila kalimat yang salah masih bisa dibaca itu artinya sang anak tak menghapusnya dengan benar.

Demikianlah orang yang bertakwa yang memaafkan kesalahan orang lain. Ia akan menghapus kesalahan tersebut hingga tak akan ia baca lagi. Ia tak akan mengungkit-ungkit kesalahan tersebut baik kepada pelakunya maupun dengan menceritakannyanya kepada orang lain. Baginya kesalahan itu adalah masa lalu.
Bila seorang yang memaafkan masih saja membicarakan dan mengungkit kesalahannya, mungkin saja ia tak benar-benar menghapusnya, dan tidak dengan tulus benar-benar memaafkannya.

Memang berat memaafkan kesalahan orang lain yang nyata-nyata diarahkan kepada kita, namun dengan memaafkan itulah sesungguhnya kita telah meringankan beban hidup kita dan melapangkan hati dan rasa hidup kita. Betapa orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain akan terus terbebani pikiran dan perasaannya oleh kesalahan itu, padahal disisi lain, ia menginginkan hidup yang tenang dan lapang, maka hal ini sungguh ironis, padahal manusia itu seringkali alpa dan terjerumus kepada suatu kesalahan, di sisi lain, Alloh memiliki sifat Ghofuur yang artinya Maha Mengampuni atau Maha Memaafkan. Maka orang yang takwa pastilah mendapat percikan cahaya Ghofurnya Alloh, hingga ia menjadi pemaaf.
Memaafkan orang lain akan mendapatkan pahala yang besar di Hari Pembalasan kelak.  Dalam hal iniNabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT akan memberikan pengumuman di Hari Pembalasan, barang siapa yang memiliki hak atas Allah SWT agar berdiri sekarang. Pada saat itu berdirilah orang-orang yang memaafkan orang-orang kejam yang menganiaya mereka. Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Barang siapa berharap mendapatkan istana yang megah di surga dan berada di tingkatan yang tinggi dari surga, hendaknya mereka mengerjakan hal berikut ini:
·         Memaafkan orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka.
• Memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberi hadiah kepada mereka.
• Jangan menghindari pertemuan dengan orang-orang yang dengan sengaja memutuskan hubungan dengan mereka.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Ciri orang yang bertakwa ke :
4. Bersikap baik terhadap sesama manusia.
Ketika Imam Baihaqi RA menjelaskan ayat ini, ia mengisahkan sebuah peristiwa. Beliau mengkisahkan, “Suatu saat Ali bin Hussain RA sedang berwudhu dan pelayannya yang menuangkan air ke tangannya menggunakan bejana. Bejana terlepas dari pegangan pelayan itu dan jatuh mengenai Ali. Sang pelayan menangkap kekecewaan di wajah Ali. Dengan cerdiknya sang pelayan membaca ayat diatas kata demi kata. Ketika sampai pada kalimat ‘orang yang taqwa mengendalikan amarahnya’ Ali RA menelan amarahnya. Ketika sampai pada ‘mereka memaafkan orang lain’ Ali RA berkata, “Aku memaafkanmu” Dan ketika dibacakan bahwa Allah SWT mencintai mereka yang bersikap baik kepada orang yang melakukan kesalahan, Ali memerdekakannya.
Jadi berbuat baik itu bukan hanya dengan membalas kebaikan orang lain, namun kebaikan adalah yang tumbuh dalam dirinya untuk dilakukan kepada orang lain dengan tulus.
jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah
Sifat orang yang bertakwa lainnya, sebagaimana firman  Allah didalam Surat Ali’Imran Ayat 135 dan 136, yakni:
Ketika mereka (orang-orang beriman) itu terlanjur berbuat jahat atau aniaya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak tetap berbuat aniaya ketika mereka mengetahui.
Demikianlah ciri-ciri orang yang bertakwa yang harus kita pertahankan dan kembangkan agar kita mendapatkan AMPUNAN dari Alloh dan dapat menghuni SURGA-Nya

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Di akhir khutbah ini marilah kita renungkan ulasan Imam Ghozali tentang hidup di dunia ini.
Abu Hamid bin Muhammad Al Ghozali dalam Ihya Ulumuddin melukiskan para penghuni kehidupan dunia ini laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua kecemasan, antara mengingat perjalanan yang sudah di lewati dengan rintangan angin dan gelombang yang menerjang dan antara menatap sisa-sisa perjalanannya yang masih panjang di mana ujung rimbanya belum tentu dapat mencapai keselamatan.

Tamsil tentang kehidupan ini hendaknya mengingatkan, agar kita senantiasa berupaya memanfaatkan umur yang kita miliki dengan sebaik-baiknya, usia yang masing-masing kita miliki pasti masih akan tetap menghadapi tantangan, ujian dan selera kehidupan yang menggoda, karenanya kita harus tetap mawas diri dan tidak terbuai dengan nafsu angkara murka yang suatu saat dapat menjerumuskan kita dalam limbah kenistaan, kita pergunakan kesempatan dan sisa umur yang kita tidak pernah tahu kapan akan berakhir ini untuk memperbanyak bekal dan amal shaleh guna meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di alam dunia yang fana ini, maupun di alam akhirat yang kelal abadi.

Suatu saat Lukman Al Hakim, seorang shalih yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an pernah menyampaikan taushiyah kepada putranya:

َيا بُنَيَّ ! إنَّ الدُنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ وَقَدْ غَرَقَ فِيْهَا أُنَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَاجْعَلْ سَفِيْنَتَكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ وَحَشْوُهَا الإيْمَانُ وَشَرَاعُهَا التَّوَكَّلُ عَلىَ اللهِ لَعَلَّكَ تَنْجُوْ.


Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Demikianlah Khutbah Idul Fitri kali ini. Semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua dan marilah kita berdo'a semoga ibadah kita selama ini khususnya di Bulan Ramadhan tahun ini diterima Allah SWT. Dan kita termasuk hamba Alloh yang kembali kepada kesucian dan menjadi hamba yang sukses, aamiin yaa mujiibas-saa-iliin 

بارك الله لي ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى وإياكم بفهمه إنه هو البر الرحيم

Khutbah II


الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر 
الحمد لله الذى أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها, أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الكمال فى بقاع الأرض بَدْوِهَا وَقُرَاهَا.
الله أكبر أما بعد: إخوانى الكرام! استعدوا لجواب ربكم متى تخشع لذكر الله متى نعمل بكتاب الله ؟ قال تعالى ياأيها الذين أمنوا استجيبوا لله ولرسوله إذا دعاكم لما يحييكم واعلموا أن الله يحول بين المرء وقلبه وأنه إليه تخشرون, فاتَّقواالله حقّ تُقُاتِهِ ولاتموتنَّ إلاَّ وأنتم مسلمون..
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم, وبارك على محمد وعلى أل محمد, كماباركت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا. اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.
عباد الله! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر. يعدكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروا على نعمه يزد كم. ولذكر الله أكبر, والله يعلم ما تصنعون

Naskah Khutbah Idul Adha 1437 H / 2016M



Naskah Khutbah Idul Adha 1437 H / 2016M :
Keteladanan Nabi Ibrahim AS
Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga disebut dengan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Qurban itu sendiri artinya dekat, sehingga maksud dari Qurban adalah menyembelih hewan ternak dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dimana dagingnya dibagikan kepada fuqoro’ wal masaakiin, afdholnya dalam keadaan mentah.

Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang dialami oleh Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah selatan kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu denganpenuh keyakinan, penuh rasa ikhlas dan tawakkal.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas : bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh air, sebagai sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dari ketaatan kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk di sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang langgang. Dan peristiwa pelemparan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan aqobah yang dilaksanakan di mina.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya ayah tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”

Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menyambutnya “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian di sambung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah Maha Mengetahui, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban saja, kita masih terlalu banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kitapun masih merasa berat untuk menunaikannya. Juga Memotong sedikit waktu kita untuk melaksanakan sholat lima waktu-pun, kita masih sering menunda-nunda dan merasa keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, juga kita belum mampu melaksanakannya dengan istiqomah dan sempurna, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut  di atas adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata bagi kita.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha dijadikan sarana untuk menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti ini, marilah kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ