Kajian Aswaja NU

Meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai Aswaja dalam beraqidah, bersyari'at dan berakhlak

Kajian Kitab al-Hikam

Membantu menata hati untuk meningkatkan akhlak kepada Alloh dan kepada sesama manusia

Radio Aswaja NU Magetan

Pada frequensi 96,3 Mhz, Radione Wong NU, " Memikat Masyarakat, Merekat Umat ".

Mengawal Gairah Jama'ah dan Jam'iyyah

Menjadi daya pikat bagi masyarakat umum untuk bergabung, dan merekat ukhuwwah intern umat Aswaja .

Media Siar yang menyejukkan

Para Pendengarnya semakin memahami, meyakini dan mengamalkan amaliyah Aswaja.

Naskah Khutbah Idul Adha 1437 H / 2016M



Naskah Khutbah Idul Adha 1437 H / 2016M :
Keteladanan Nabi Ibrahim AS
Khutbah pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga disebut dengan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Qurban itu sendiri artinya dekat, sehingga maksud dari Qurban adalah menyembelih hewan ternak dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dimana dagingnya dibagikan kepada fuqoro’ wal masaakiin, afdholnya dalam keadaan mentah.

Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang dialami oleh Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah selatan kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu denganpenuh keyakinan, penuh rasa ikhlas dan tawakkal.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas : bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh air, sebagai sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang kita peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dari ketaatan kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat : 102 :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk di sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari tunggang langgang. Dan peristiwa pelemparan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan aqobah yang dilaksanakan di mina.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah, ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa, sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya ayah tidak melihatnya, sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah mengikat tanganku. Jangan izinkan anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”

Nabi Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku, supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada perintah-Nya.”
Ibrohim mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau, engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher” kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menyambutnya “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian di sambung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab Allah Maha Mengetahui, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita, memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban saja, kita masih terlalu banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kitapun masih merasa berat untuk menunaikannya. Juga Memotong sedikit waktu kita untuk melaksanakan sholat lima waktu-pun, kita masih sering menunda-nunda dan merasa keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, juga kita belum mampu melaksanakannya dengan istiqomah dan sempurna, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat Allah SWT.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut  di atas adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata bagi kita.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila perayaan Idul Adha dijadikan sarana untuk menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya dalam kondisi seperti ini, marilah kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Formulir Pendaftaran Anggota LAM



Yang sudah masuk sesuai daerah :
1. Magetan
2. Ngawi
3. Bojonegoro
4. Madiun
5. Ponorogo

Monggo yang lain ditunggu.....Syukron..!!! jazaakumulloh
yang dari luar jawa atau Indonesia... di tunggu

KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H ( Bahasa Jawa )

KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H ( Bahasa Jawa )
NGLESTANTUNAKEN NILAI-NILAI RAMADHAN

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ كبيرا والحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة وأصيلا, لاإله إلاّ الله اللَّهُ أَكْبَرُ, اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ”.
اَلْحَمْـدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلمَشَـارِقِ وَاْلمَغَـارِب… خَـلَقَ اْلإِنْسَـانَ مِـنْ طِـيْنٍ لاَزِبٍ … ثُمَّ جَعَلَهُ نُطْفَةً بَيْنَ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ…خَلَقَ مِنْهُ زَوْجَهُ وَجَعَلَ مِنْهُمَا اْلأَبْنَاءَ وَاْلأَقَارِبْ.. تَـلَطَّـفَ بِـهِ فَنَـوَّعَ لَـهُ اْلمَطَـاعِـمِ وَ اْلمَشَـارِبْ… نَحْمَـدُهُ تَبَـارَكَ وَتَعَـالَى حَمْـدَ الطَّـامِعِ فىِ اْلمَزِيـْدِ وَالطَّـالِبْ… وَنَعُـوْذُ بِنُـوْرِ وَجْـهِـهِ اْلكَـرِيْـمِ مِـنْ شَـرِّ اْلعَـوَاقِـبْ
وَأَشْـهَـدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اْلقَـوِىُّ اْلغَـالِـبْ … شَـهَـادَةَ مُتَيَقِّـنٍ بِـأَنَّ اْلـوَحْـدَانِيَّـةُ اللهِ أَمْـرٌ لاَزِمٍ لاَزِبْ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَـا مُحَمَّدًا عَبْـدُ اللهِ وَرَسُـوْلِ اْلمَلِكِ اْلـوَاهِبْ … مَا مِـنْ عَـاقِـلٍ إِلاَّ وَعَـلَّمَ أَنَّ اْلإِيْـمَـانَ بِهِ حَقُّ وَوَاجِبْ,
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ اْلاَوَّابْ, أَمَّا بَعْدُ,
مَعَاشِرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ, فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ


Jamaah Idul Fitri, rahimakumulloh..
Swanten takbir, tasbih saha tahmid sampun kepireng milai kalawingi sonten, yektos mertelaaken raos syukur kita dumateng ngarsanipun Alloh SWT, atas sedaya peparingipun, lan ugi mujudaken pratanda bilih ramadhan sampun paripurna, kados ingkang sampun kasebat wonten ing al-Qur’an surah al-Baqarah 185
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“ Lan supaya sira kabeh padha ngagungake Alloh, ing atase apa kang wus den paringne marang sira kabeh, supoyo sira kabeh padha bersyukur “

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar walillahil hamd
Wonten dinten ingkang kebah berkah punika, kawula ngajak pribadi kawula saha jamaah sekalian, monggo kita tansah ngupadi supados iman lan takwa kita tansah ngrembaka, injih kanthi nindaaken perintahipun gusti Alloh, saha anebihi sedaya awisanipun, ing tembe sageto kita begjo dunyo dumugi akherat, aamiin

Maasyirol muslimin, wa zumrotal ‘aaidiin wal faa iziin

Wulan Ramadhan ingkang nembe kita raosaken, yektos mujudaken sih kawelasanipun Alloh SWT dumateng kita umat manungso, lir ipun, ing wulan ramadhan punika Gusti Alloh sampun paring pitedah arupi latihan ruhani supados kula lan panjenengan sami saget fokus lan ngremeni perkawis amaliyah ruhaniyah, supados slamet ngayahi jejibahan gesang ing dunyo, lan anggadahi sangu kangge gesang wonten ing akherat benjing.
Sebab, wonten ing selamine setahun, katah manungsa ingkah lirwa lan kesupen tumprap kebetahan ruhaniyahipun sarta sangu kangge gesang wonten ing akherat, lan malah, kathah ingkang mligi ngupadi kebetahan lahir soho materi duniawi.
Saben dinten, namung perkawis dunyo ingkang dipun galih lan dipun reksa, sahingga raos manah mboten kanten-kantenan. Asring, ruh lan manahipun kataman susah, gelisah lan ngraosaken punapa ingkang dipun wastani galau.
Pramila Gusti Alloh paring kesempatan lan piwucal ing dalem wulan ramadhan, supados kaum mukminin sageta langkung peduli anggenipun pados sangu akherat, sebab :
وَاْلآخِرَةُ خَيْرٌ وَّ أَبْقَى
“ Lan urip ing akherat iku luwih becik lan luwih langgeng “ ( Q.S.al-a’la : 17 )

Sebab siyam ingkang sampun kita lampahi ing wulan ramadhan kepengker, mboten namung perkawis nilar tedha lan ngunjuk kemawon, ananging kathah amaliyah ingkang saget mbekta ruhani kita anggayuh gesang ingkang berkah lan legawa. Lan ingkang makaten punika, kanthi nilar kebetahan jasmani ingkang arupi tetedan lan unjukan, ruhani kita kraos jembar lan lapang, lan gesang miraos entheng saking reribet tuntutan jasmani.

Saget kita bayangaken, menawi gesang kita tansah reribetan dening perkawis jasamani. Milai wungu enjing sampun ngupadi perkawis dunyo, lajeng radi siang kita nyambut damel injih keranten pados kebetahan jasamani dunyo, semanten ugi sonten lan dalu, tansah jibeg kalian perkawis materi duniawi.

Pramilo Gusti Alloh paring kesempatan ing wanci wulan ramadhan kalawingi, supados kita latihan nilar babagan jasmani punika kanthi siyam, mboten dahar lan ngunjuk saha kempal istri milai fajar ngantos maghrib, saperlu supados rikalane jasmani kosong, ruhani kita saget gangsar anggenipun mersudi kebetahanipun, injih punika tetedan ruhani, siraman ruhani saha kebetahan ruhani lintunipun, sahingga ngantos tanggal 1 syawal punika kawastanan idul fitri utawi wangsul dumateng ruhani ingkang resik lan suci, kados dene bayi ingkang nembe lahir, ingkang boten gadhah raos ribete ruhani, sahingga ketawis sumeh lan remen, ugi damel tiyang sanes remen ngliling lan gujengan kalian piyambake.

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar walillahil hamd,
Jamaah Idul Fitri, rahimakumulloh..

Mendah sekecane anggadahi ruhani ingkang lapang, saget ngraosaken gesang engkang endah punika, mila mboten maiben, dene para sahabat Nabi SAW, sami muwun rikalane ramadhan badhe lingsir, sebab sak bakdane ramadhan kathah rutinitas gesang ingkang bade damel rupek dan ribet malih. Sebab raos ruhaniyah punika punjeripun wonten ing manah kita sedaya, kados ingkang sampun kasebat wonten ing hadits Nabi SAW :
أَلاَ إِنَ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“ ngertenono menawa ing awak iku ana sak kepel getih, yen to sak kepel getih iku apik lan waras mongko bakal apik lan waras awak sak kujur, lan menawa sak kepel getih iku rusak lan lara, mangka bakal rusak lan lara awak sak kujur, ngertenono sak kepel getih iku jenenge ati “ ( HR. Bukhari )
Pramila kangge njagi kasaenan lan kasarasan manah punika, kita kedah tansah istiqomah anggen kita nguri-uri ibadah dumateng Alloh, kados dene ingkang sampun kawucal sak lebete wulan ramadhan kepengker.
Maasyirol muslimin, wa zumrotal ‘aaidiin wal faa iziin

Pinten-pinten perkawis ingkang saget kita lestantunaken sak bakdane ramadhan, ing tembe, supados ruhani lan manah kita tansah gesang lan ngrembaka, ing antawisipun inggih punika :

1. Tansah emut lan ngupadi sangu kangge gesang ing akherat
Kanthi istiqomah nglampahi ibadah wajib saha sunnah, kados dene ingkang sampun kita lampahi ing wulan ramadhan, milai saking sholat kanthi berjamaah wonten ing masjid utawi langgar, ugi mahos al-qur’an lan menawi saget ngantos khotam, lan remen shodaqoh saha caos peparing dateng liyan, sahingga manah kita tansah emut lan gumanteng dateng Alloh SWT, lan ugi supados celengan sangu ing akherat langung sahe lan kathah. Sebab kanthi dzikir lan emut dumateng Alloh, manah kita saget meneb lan tenang, kados kasebat ing al-Qur’an Surah ar-Ra’d : 20
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Artosipun : “ wong-wong kang padha iman lan ayem atine klawan eling lan dzikir marang Alloh, ngertenono, kanthi eling lan dzikir marang Alloh, ati bakal ayem “


Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar walillahil hamd,
Jamaah Idul Fitri, rahimakumulloh..

2. Anjagi syi’ar ibadah
Ibadah manembah dumateng Alloh, mujudaken pos utawi terminal gesang kita sedaya, ing pundi kita saget kendel sekedap kangge nambah sangu perbekalan tumuju pagesangan langgeng abadi ing akherat, lan ugi kangge muhasabah ing atase perkawis ingkang sampun kalampahan, Saking sholat dumateng sholat, saking jumuah dumateng jumuah sak lajenge, soho saking ibadah setunggal dumateng ibadah lintune ,sahingga kita tansah waspada lan mawas diri, supados gesang kita slamet ing dunyo lan begja ing akherat. Kanjeng Nabi SAW sampun ngendika :
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ؛ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
Artosipun : “ apa sira kabeh gelem tak paringi weruh perkara apa kang Alloh gunakne kanggo mbusek dosa, lan bisa ngunggahne derajat ? para sahabat sumaur : “ injih yaa Rasulalloh “, lajeng Nabi dawuh : nyampurnakne wudlu ing panggonan kang ora disenengi, lan akeng mlaku tumuju masjid, uga ngenteni shalat tujumu shalat liane, sing mangkono iku jenenge ribath ( gegondelan )” ( HR. Muslim saking Abu Huroiroh )

3.Anjagi kebersamaan ing dalem kluarga lan masyarakat
Rikalane kita nglampahi siyam ramadhan, sedaya nderek sareng-sareng anggenipun ngupadi ibadah, sanak kadang, kluarga lan masyarakat sami-sami sareng-sareng nindaaken ngibadah siyam saha ibadah sunnah lintune, kados sholat tarawih, tadarus al-qur’an lan shodaqohan. Menika mujudaken raos pasederekan ingkang tumus saking raos kebersamaan, ing tembe tansah nggadahi pangajab, mugi sageto mujudaken kluarga lan lingkungan ingkang mawaddah, sakinah warohmah, ayem tentrem ing ndalem mglampahi pagesangan ing dunyo, kangge anggayuh kabegjan lan kebahagiaan lair tuwin batin, lan nggayuh kaslametan dunyo dumugi akherat, kados ingkang sampun didawuhaken gusti Alloh wonten surah a-Tahrim :6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“ He wong-wong kang padha iman, jaganen awakmu lan kluargamu saka siksa neraka, kang bahan bakare awujud manungso lan watu, sing dijaga para malaikat kang kasar lan kuat, kang ora bakal duraka marang printahe gusti Alloh, tumprap apa kang den printah, lan mesti ngelakoni apa kang den printahake “

Pramilo, saking tradisi ramadhan kepengker, monggo kita giataken amaliyah ngibadah kanthi jama’ah, khususipun ing masjid punika, saperlu kangge ngraketaken pasederekan lan kebersamaan, kangge anggayuh ridlane gusti Alloh.

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar walillahil hamd,
Jamaah Idul Fitri, ingkang minulya.....

4. Tansah nguri-uri tradisi remen nderes al-Qur’an
Al-qur’an mujudaken mukjizat kanjeng Nabi Muhammad SAW kangge kita sedaya, supados dados pitedah anggen kita ngelampahi pagesangan ing alam dunyo punika, malah al-Qur’an punika saget paring pitulungan dumateng kita sedaya ing dunyo, dados kanca ing alam kubur, saget paring pepadhang ing dinten kiyamat, saha dados pager saking siksane neraka.
Pramilo, kanthi kebiasan tadarus ing ramadhan, monggo kita uri-uri mahos al-QUR’AN ING SADENGAH WEKDAL, SUPADOS suasana batin lan ruhani kita tansah pikantuk siraman sahingga tansah gesang lan ngremboko.
5. sak saget-saget, anebihi maksiyat lan kemungkaran
Kados dene ingkang kita lampahi ing wanci ramadhan, kita saget anjagi lan anebihi maksiyat lan kemungkaran kalawau, pramilo sak bakdane ramadhan, monggo kita tansah saling ngemutaken ing babagan kasaenan lan ketakwaan
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Kados ugi ingkang sampun dipun sebat dening kanjeng Nabi Muhammad SAW
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
Poso iku dadi tameng ( HR. Bukhori saking Abu Huroiroh )
Pramila, sak bakdane ramadhan, monggo kita tansah paring pepeling supados anjagi jiwa lan raga kita saking sedaya maksiyat lan mungkar
Jamaah Idul Fitri, rahimakumulloh..
Saking mimbar ingkang minulya punika, kawula ngajak dumateng badan kawula saha jamaah sedaya, monggo kita lestantunaken anjagi jiwa lan ruhaniyah kita, tansah manembah lan ngabiantoro dumateng gusti Alloh ingkang akarya lan mbaureksa gesang kita, kanthi anglampahi sedaya piwucal ibadah lan amaliyah ing salebete wulan ramadhan kepengker, sahingga kita saget kalebetaken ing golongane tiyang ingkang wangsul suci lan fitrah kados dene bayi ingkang nembe lair, suci saking khilaf lan dosa, saha suci saking raos awon dumateng tiyang sanes kanthi nglampahi silaturrahmi lan ziyaroh utawi sejarah dumateng tanggi tepalih, sanak kadang saha dumateng masyarakat lingkungan.
Wusana, monggo kita dungo nyuwun dateng gusti Alloh, mugi amal ibadah kita ditun tampi dening gusti Alloh, lan kita dados pribadi ingkang muttaqiin, aamin yaa mujiibas saa iliin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ, وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْمْ, وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ الْفَائِزِيْن
KHUTBAH 2
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ, وَاجْعَلْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا ِبمَا عَلَّمْتَنَا وَفَقِّهْنَا فيِ دِيْنِكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَام
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ، وِانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُؤْمِنِيْنَ فيِ كُلِّ مَكَانٍ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتَ
رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن







KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H


KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H
“ Melestarikan amaliyah Ramadhan, menggapai kebahagiaan bertakwa “
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ       اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ      اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ”.
اَلْحَمْـدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلمَشَـارِقِ وَاْلمَغَـارِب… خَـلَقَ اْلإِنْسَـانَ مِـنْ طِـيْنٍ لاَزِبٍ … ثُمَّ جَعَلَهُ نُطْفَةً بَيْنَ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ…خَلَقَ مِنْهُ زَوْجَهُ وَجَعَلَ مِنْهُمَا اْلأَبْنَاءَ وَاْلأَقَارِبْ.. تَـلَطَّـفَ بِـهِ فَنَـوَّعَ لَـهُ اْلمَطَـاعِـمِ وَ اْلمَشَـارِبْ… نَحْمَـدُهُ تَبَـارَكَ وَتَعَـالَى حَمْـدَ الطَّـامِعِ فىِ اْلمَزِيـْدِ وَالطَّـالِبْ… وَنَعُـوْذُ بِنُـوْرِ وَجْـهِـهِ اْلكَـرِيْـمِ مِـنْ شَـرِّ اْلعَـوَاقِـبْ
وَأَشْـهَـدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اْلقَـوِىُّ اْلغَـالِـبْ … شَـهَـادَةَ مُتَيَقِّـنٍ بِـأَنَّ اْلـوَحْـدَانِيَّـةُ اللهِ أَمْـرٌ لاَزِمٍ لاَزِبْ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَـا مُحَمَّدًا عَبْـدُ اللهِ وَرَسُـوْلِ اْلمَلِكِ اْلـوَاهِبْ … مَا مِـنْ عَـاقِـلٍ إِلاَّ وَعَـلَّمَ أَنَّ اْلإِيْـمَـانَ بِهِ حَقُّ وَوَاجِبْ,
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ اْلاَوَّابْ, أَمَّا بَعْدُ,
مَعَاشِرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ, فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ
Kaum Muslimin, yang berbahagia
 Bulan Ramadhan telah berlalu. Bulan yang telah mengharu biru perasaan kita. Membawa jiwa kita kepada ketinggian dan kemuliaan jiwa, melalui tangga-tangga takwa. Suasana spiritual kita melambung tinggi meninggalkan bumi yang kita jejak menuju alam illiyyin. Tiba-tiba di bulan itu kita mengalami suasana batin yang berbeda. Tiba-tiba kita lebih dekat dengan masjid, lebih mesra dengan Al-Quran, lebih khusyu’ berhadapan dengan Ar-Rahman. Seolah kita tak tercipta lagi dari tanah.
Suasana di rumah menjadi lebih meriah. Masjid ramai oleh jamaah. Kantor menjadi majelis taklim beriring merdu suara tilawah. Mall dan pusat perbelanjaan berhias spanduk dan baliho pesan-pesan dan taushiyah. Dengan pramuniaga mengenakan kerudung dan kopiyah. Pun pula host di acara Entertainment di media elektronik fasih mengucapkan salam dengan wajah sumringah. Lalu di penghujung bulan suasana bandara, terminal, pelabuhan dan stasiun kereta sibuk melayani pemudik menjinjing tas dan membawa kopor serta oleh-oleh sebagai hadiah.
Maka di hari kemenangan ini, selayaknyalah kumandang takbir, tasbih dan tahmid membahana di seantero dunia, sebagai rasa syukur kita atas nikmat Alloh, yang telah dicurahkan kepada kita semua, dengan itu, saya mengajak diri saya dan jamaah sekalian, “ marilah kita tingkatkan kualitas iman dan takwa kita, sebagai buah dari ibadah dan puasa kita di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, semoga ibadah kita diterima Alloh sebagai amalan yang menjadi tabungan bekal kita, kelak di akherat, aamiin
Kaum Muslimin, rahimakumullah
Mengertilah kita betapa Ramadhan telah membawa dan menciptakan perubahan, baik pada skala pribadi, keluarga, lembaga, dan masyarakat. Harapannya semoga perubahan itu bersumber dari keimanan. Sejak panggilan cinta dari Arrahman dari Arasy-Nya “Hai orang-orang beriman, diwajibkan kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajabkan atas orang-orang sebelum kamu”.... di mana, sesungguhnya puasa itu bukan sekedar urusan perut, mulut, dan syahwat, dan ia lebih berurusan dengan jiwa. “Agar kalian bertakwa.”
الإِسْلاَمُ عَلاَنِيَةٌ، وَالْإِيْمَانُ فِي الْقَلْبِ، وَأَشَارَ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قَائِلاً: اَلتَّقْوَى هَاهُنَا، اَلتَّقْوَى هَاهُنَا
“Islam adalah yang terang-terangan, iman di dalam hati.” Dan sambil menunjuk ke dadanya tiga kali beliau bersabda, “Takwa ada di sini, takwa ada di sini.” (HR Ahmad dari Anas bin Malik)
Dan tahulah kita jika perubahan dari bersumber dari keimanan, dari hati dan jiwa. Maka perubahan itu menjadi massif dan universal, raga dan fisik kita turut berubah. Pikiran dan perasaan kita ikut berbenah. Cita-cita dan harapan kita terarah. Intuisi kita terasah. Lalu lahirlah peradaban manusia yang membawa mereka kepada kebaikan dan ketinggian level kemanusiaan.
Sejarah telah membuktikan betapa manusia akan hidup harmoni apabila dikendalikan oleh nilai dan peradaban yang bersumber dari langit, dari hati dan jiwa. Timur dan Barat merasakan damainya, tenteramnya, kasih sayangnya, keadilannya, dan keindahannya. Potensi alam dan manusia tereksplorasi secara maksimal dan kemakmurannya terdistribusikan secara merata dan proporsional. Keberkahan langit dan bumi menyatu lalu dicurahkan demi kepentingan manusia.
Tempat kehidupan manusia memang di bumi, namun sumber kehidupan yang sejatinya adalah berasal dari langit. Manusia memang hidup dan beraktivitas dengan fisiknya, namun ia tak berarti apa-apa tanpa kehidupan hati dan jiwanya.
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Apakah orang yang sudah mati ,kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Kahfi: 45)
Rasulullah saw bersabda,
أَلاَ إِنَ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal darah, jika ia sehat, sehat pula seluruh jasad, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR.Bukhari)
Abu Hurairah mengatakan, “Hati adalah raja dan tubuh adalah tentaranya, jika raja itu baik, baik pula tentaranya dan jika raja itu jahat maka jahat pula tentaranya.”
Begitu pula dengan bumi, ia akan ada kehidupan dengan kesuburan dan keindahannya serta rizki manakala ada peran langit.
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu[1418] dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Az-Dzariyat: 22)
Kaum Muslimin, yang dirahmati Alloh
Namun apa jadinya jika kehidupan manusia dikendalikan oleh jasad dengan segala tuntutan dan syahwatnya. Dengan ego dan kebodohannya. Bisa dipastikan bahwa produk yang dihasilkannya, baik yang berupa amal, kata-kata, bahkan pikirannya.. tidak akan jauh berbeda dengan karakternya. Fungsi-fungsi ruh dan jiwa tidak lagi berguna. Dan saat itu tak ada bedanya manusia dengan makhluk lain yang diciptakan dari tanah yang sama.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46)
Demikian pula jika seluruh kehidupan ini dikendalikan dan diatur oleh unsur tanah dan bumi dengan segala produk bumi dalam hal nilai, aturan, undang-undang, budaya, dan estetika. Maka tidak akan ada harmoni di dalamnya. Akan terjadi kontradiksi pada tataran pelaksanaannya, bahkan akan terjadi bencana yang tiada berkesudahan.
Apa yang terjadi di tengah kehidupan akhir-akhir ini, di mana kebutuhan jasad menjadi prioritas, sementara kebutuhan ruhani menjadi ke berapa atau bahkan diabaikan sama sekali, hal ini..merupakan biang dan sumber kekacauan dan ketimpangan di mana-mana, karena bukan wahyu dan titah langit yang menjadi sumber acuan, dan bukan hidayah Alloh serta tekun ibadah yang menyemai manusia.
Maka keadilan ilahiyah tidak lagi ditegakkan. Kebaikan dan keburukan tidak jelas ukurannya. Siapa yang punya kuasa, dialah yang bisa memaksakan kebaikan versi dirinya. Manusia menuruti kehendak dan nafsu syahwat hayawaniyahnya, dengan mengabaikan norma dan aturan Alloh yang telah mencipta manusia. sehingga kejahatan dan kemaksiatan terjadi dimana-mana, tanpa ada perasaan bersalah oleh pelakunya, bahkan orang baik dan taat, tidak lagi menjadi panutan dan sesuatu yang diinginkan
Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, walillahil hamd.
Kaum Muslimin, rahimakumullah
Puasa menciptakan harmoni hubungan antar jasad dan ruh, antar fisik dan jiwa dan menjadikan jiwa sebagai pusat kendali. Harmoni hubungan antara langit dan bumi. Insan bertakwa adalah yang kakinya menjejak bumi namun kepalanya menjelajah langit. Yang berjalan di tengah manusia, bergaul dan bergumul, memberi dan menerima. Perkataan dan perbuatannya bersumber dari jiwa dan hati yang sepenuhnya berada dalam genggaman Ar-Rahman, Alloh-Tuhannya. Itulah suasana Ramadhan yang indah dan penuh kemesraan.
Namun, bulan lain adalah bulannya Allah juga, sebagaimana bulan Ramadhan. Hari lain adalah hari-harinya Allah. Jika di bulan Ramadhan kita merasakan keindahan suasana spiritual kita. Itu bukan semata karena momen Ramadhannya semata. Betapa banyak manusia yang di bulan suci kemarin tetap dikuasai oleh setannya, syahwatnya, nafsunya, dan tuntutan jasad badannya. Maka agar harmoni ini tidak segera berlalu dengan berlalunya bulan Ramadhan. Berikut ini adalah suasana yang tetap bisa dijaga, sesuatu yang tetap dapat kita lakukan meski berlainan bulan dan berbeda hari. Dan kita tetap menjadi hamba Allah di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan.dengan menautkan ruhani kita kepadaNya saja.
1. Mengikat Diri dengan Akhirat dan Apa yang Dijanjikan Allah
Nuansa spiritual sangat terasa selama bulan Ramadhan. Amal dan ibadah kita jelas sekali orientasinya. Kita berharap balasan dan janji Allah. Dengan janji-janji pahala dan surga kaum Muslimin gegap gempita memenuhi panggilan Allah. Berlapar dahaga dan berlelah-lelah rela dialami demi meraih pahala Allah. Kantuk ditahan agar bisa mengeja Al-Quran karena berharap syafaatnya. Hingga surga terasa di depan mata.
Orientasi akhirat membuat si kaya tak tertipu  dengan kekayaannya dan tidak menjadikannya sombong dengan kekayaannya. Kekayaannya tidak menjadikannya bangga diri dan merasa lebih mulia dari yang lain. Justru dengan kekayaannya membuatnya khawatir terhadap beban pertanggung-jawabannya menjadi berat di akhirat kelak. Orientasi akhirat dan apa yang ada di sisi Allah membuat si miskin tidak minder dengan kemiskinannya. Bahkan kemiskinannya membuatnya merasa bangga dan bahagia karena beban pertanggung-jawabannya lebih ringan di akhirat nanti.
Dengan mefokuskan orientasi ke akhirat, maka semua yang terjadi menimpa kita, mulai : rasa sedih, gembira, derita, bahagia, sakit, sehat, lapang, sempit, mudah, susah, malang, mujur, dizalimi, dimuliakan, dihina, disanjung, semuanya adalah kendaraan yang membuat orang beriman berselancar menuju kenikmatan dan balasan akhirat. Karena semua yang terjadi di dunia adalah fana dan sementara dan akan berakhir. Namun kampung akhiratlah yang kekal dan abadi selama-lamanya
وَاْلآخِرَةُ خَيْرٌ وَّ أَبْقَى
“Dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 17)
2. Menjaga Syiar-syiar Ibadah
Syiar-syiar ibadah ibarat terminal-terminal kehidupan. Di terminal-terminal itu kita berhenti sejenak untuk menambah bekal perjalanan dan menambah bahan bakar kendaraan. Sembari mengevaluasi perjalanan yang kita lewati. Dari shalat ke shalat, dari satu ibadah ke ibadah yang lain. Demikian pula dengan ibadah lain, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji/umroh.
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ؛ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang kesalahan-kesalahan yang dihapus Allah dan mengangkat derajatnya?” Para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu terhadap bagian-bagian yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid. Dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
3. Menjaga Suasana Keberagamaan dalam Keluarga dan Masyarakat
Di bulan Ramadhan kemarin kita beribadah bersama keluarga. Anak-anak yang belum baligh pun mulai diajari berpuasa. Di masjid penuh dengan suara gaduh anak-anak bermain dan bercanda. Beberapa daerah membuat perda larangan berjualan makanan di siang hari untuk menghormati yang sedang berpuasa. Hampir semua stasiun televisi membuat acara spesial edisi Ramadhan. Di kampung-kampung maupun di kota para pedagang menjajakan aneka makanan dan minuman berbuka. Itu adalah syiar-syiar Ramadhan yang memasuki seluruh wilayah kehidupan di semua segmen, utamanya segmen keluarga dan masyarakat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Maka setelah Ramadhan suasana itu tetap perlu dan harus kita dijaga. Anak-anak tetap perlu diajak memakmurkan masjid. Masyarakat perlu dilibatkan dalam menjaga suasana keberagamaan, menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Masing-masing bertugas di posnya masing-masing sesuai dengan kapasitasnya. Da’i, guru, tokoh agama, pemerintah dengan berbagai levelnya, saling menguatkan dan bahu membahu untuk beristiqomah dalam ibadah, sehingga akan tampak kebersamaan dan keberagaman, dan suasana kekeluargaan dan perbedaan aktifitas dan profesi
Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, walillahil hamd.
Kaum Muslimin, rahimakumullah
4. Interaksi dengan Al-Quran
Baik dengan membacanya, menghafalnya, mentadaburinya, dan mengamalkannya. Rutinitas tilawah akan menjaga spiritual seorang mukmin. Jika di bulan Ramadhan kemarin masing-masing pribadi memiliki target mengkhatamkan tilawah Al-Quran, pasca Ramadhan jangan sampai kitab suci itu ditinggalkan dan diabaikan. Harus tetap memiliki target meski secara kuantitas berkurang daripada bulan Ramadhan. Sehingga kita termasuk ke dalam apa yang digambarkan oleh Alloh dalam al-Qur’an, Surah al-Furqon : 30
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Berkatalah Rasul, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (Al-Furqan: 30)
5. Menjauhi Kemungkaran semampu mungkin
Karena untuk menjadi pribadi yang shalih adalah dengan melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Jika pada bulan Ramadhan kita mampu menahan diri dari kemungkaran, baik pada  perbuatan, lisan, dan hati. Di luar bulan Ramadhan-pun kemungkaran tidak berubah menjadi kebaikan, ia tetap sebagai keburukan dan dosa yang mesti dijauhi. Kemampuan mengendalikan diri di bulan Ramadhan harus dijadikan ilmu dalam mencegah setiap  yang mungkar. Jika pada bulan Ramadhan kita mampu menjauhi kemaksiatan, bukan lantas di luar Ramadhan kita bebas mengumbar hawa nafsu dan mempertontonkan kemaksiatan.namun justru harus bersikeras menahan diri, sehingga tetap terjaga kesucian dan fitrah kita.
Kendatipun intensitas nasihat dan taushiyah di berbagai tempat dan media berkurang, bahkan tak jarang di antaranya ada yang mengajak dan memaksa manusia melakukan kemaksiatan. Maka semangat Ramadhan tidak boleh melemah dalam membentengi diri dari dosa dan kemungkaran. Bukankah Allah telah jadikan puasa sebagai tameng dan benteng?
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Puasa adalah perisai.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)
Kaum Muslimin, hafidzakumullah
Memang puasa tidak lantas menjadikan kita menjadi malaikat. Orang-orang bertakwa bukanlah mereka yang menafikan unsur jasad dengan menyuplai semua kebutuhan ruh mereka. Namun puasa mengembalikan unsur ciptaan kita berperan secara proporsional sebagaimana ia digariskan. Apa lagi di zaman akhir ini. Di mana dominasi ketertarikan jasad begitu meraja lela. Saking melampaui batasnya, sering kali manusia hendak mengambil alih peran-peran ketuhanan, ia sering mengabaikan keberadaan Alloh, dan semakin jauh dari kedekatan denganNya.
Maka, marilah kita naikkan spiritual kita dengan istiqomah melaksanakan ibadah, agar ruh menjadi semakin lapang, sehingga dapat menikmati hidup, yang sesungguhnya memang indah.
Marilah kita kuatkan keimanan kita, dengan menancapkan keyakinan bahwa Alloh lah yang memiliki sifat Maha atas diri kita yang lemah ini.
Jasad yang kita banggakan kelak akan dikubur di perut bumi, sedangkan ruh kita akan menjalani perjalan di beberapa alam hingga kiamat nanti.
Marilah Bermi’raj ke langit dengan sujud dan ruku’ yang dapat kita rasakan di shalat-shalat wajib dan sunnah, agar dapat kita rasakan damainya hati, sehatnya jasad, tenteramnya pikiran.
Naiklah ke ketinggian malakutus-sama’ dengan zikirmu dan nikmatilah keindahan langlang buanamu
Pada akhirnya, marilah kita tengadahkan tangan ke langit dengan kerendahan hati dan kehinaan jiwa di hadapan Dzat yang Maha Suci dan Maha Sempurna, memohon semoga Alloh selalu membuat kita semangat beribadah, sehingga ruhani kita kaya dan selalu dengat denganNya, dan semoga dengan puasa ramadhan tahun ini, kita termasuk hambaNya yang muttaqin, kembali kepada kesucian dan menjadi pemenang, aamin ya mujiibassailiin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ, وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْمْ, وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ الْفَائِزِيْن
KHUTBAH 2
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِوَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ, وَاجْعَلْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا ِبمَا عَلَّمْتَنَا وَفَقِّهْنَا فيِ دِيْنِكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَام
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ، وِانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُؤْمِنِيْنَ فيِ كُلِّ مَكَانٍ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتَ
رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن