KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H
“ Melestarikan amaliyah Ramadhan, menggapai kebahagiaan bertakwa “
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ”.
اَلْحَمْـدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلمَشَـارِقِ وَاْلمَغَـارِب… خَـلَقَ اْلإِنْسَـانَ مِـنْ طِـيْنٍ لاَزِبٍ … ثُمَّ جَعَلَهُ نُطْفَةً بَيْنَ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ…خَلَقَ مِنْهُ زَوْجَهُ وَجَعَلَ مِنْهُمَا اْلأَبْنَاءَ وَاْلأَقَارِبْ.. تَـلَطَّـفَ بِـهِ فَنَـوَّعَ لَـهُ اْلمَطَـاعِـمِ وَ اْلمَشَـارِبْ… نَحْمَـدُهُ تَبَـارَكَ وَتَعَـالَى حَمْـدَ الطَّـامِعِ فىِ اْلمَزِيـْدِ وَالطَّـالِبْ… وَنَعُـوْذُ بِنُـوْرِ وَجْـهِـهِ اْلكَـرِيْـمِ مِـنْ شَـرِّ اْلعَـوَاقِـبْ
وَأَشْـهَـدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ اْلقَـوِىُّ اْلغَـالِـبْ … شَـهَـادَةَ مُتَيَقِّـنٍ بِـأَنَّ اْلـوَحْـدَانِيَّـةُ اللهِ أَمْـرٌ لاَزِمٍ لاَزِبْ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَـا مُحَمَّدًا عَبْـدُ اللهِ وَرَسُـوْلِ اْلمَلِكِ اْلـوَاهِبْ … مَا مِـنْ عَـاقِـلٍ إِلاَّ وَعَـلَّمَ أَنَّ اْلإِيْـمَـانَ بِهِ حَقُّ وَوَاجِبْ,
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ اْلاَوَّابْ, أَمَّا بَعْدُ,
مَعَاشِرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ, أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ, فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ
Kaum Muslimin, yang berbahagia
Bulan Ramadhan telah berlalu. Bulan yang telah mengharu biru perasaan kita. Membawa jiwa kita kepada ketinggian dan kemuliaan jiwa, melalui tangga-tangga takwa. Suasana spiritual kita melambung tinggi meninggalkan bumi yang kita jejak menuju alam illiyyin. Tiba-tiba di bulan itu kita mengalami suasana batin yang berbeda. Tiba-tiba kita lebih dekat dengan masjid, lebih mesra dengan Al-Quran, lebih khusyu’ berhadapan dengan Ar-Rahman. Seolah kita tak tercipta lagi dari tanah. Suasana di rumah menjadi lebih meriah. Masjid ramai oleh jamaah. Kantor menjadi majelis taklim beriring merdu suara tilawah. Mall dan pusat perbelanjaan berhias spanduk dan baliho pesan-pesan dan taushiyah. Dengan pramuniaga mengenakan kerudung dan kopiyah. Pun pula host di acara Entertainment di media elektronik fasih mengucapkan salam dengan wajah sumringah. Lalu di penghujung bulan suasana bandara, terminal, pelabuhan dan stasiun kereta sibuk melayani pemudik menjinjing tas dan membawa kopor serta oleh-oleh sebagai hadiah. Maka di hari kemenangan ini, selayaknyalah kumandang takbir, tasbih dan tahmid membahana di seantero dunia, sebagai rasa syukur kita atas nikmat Alloh, yang telah dicurahkan kepada kita semua, dengan itu, saya mengajak diri saya dan jamaah sekalian, “ marilah kita tingkatkan kualitas iman dan takwa kita, sebagai buah dari ibadah dan puasa kita di bulan Ramadhan yang baru saja berlalu, semoga ibadah kita diterima Alloh sebagai amalan yang menjadi tabungan bekal kita, kelak di akherat, aamiin
Kaum Muslimin, rahimakumullah
Mengertilah kita betapa Ramadhan telah membawa dan menciptakan perubahan, baik pada skala pribadi, keluarga, lembaga, dan masyarakat. Harapannya semoga perubahan itu bersumber dari keimanan. Sejak panggilan cinta dari Arrahman dari Arasy-Nya “Hai orang-orang beriman, diwajibkan kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajabkan atas orang-orang sebelum kamu”.... di mana, sesungguhnya puasa itu bukan sekedar urusan perut, mulut, dan syahwat, dan ia lebih berurusan dengan jiwa. “Agar kalian bertakwa.” الإِسْلاَمُ عَلاَنِيَةٌ، وَالْإِيْمَانُ فِي الْقَلْبِ، وَأَشَارَ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قَائِلاً: اَلتَّقْوَى هَاهُنَا، اَلتَّقْوَى هَاهُنَا
“Islam adalah yang terang-terangan, iman di dalam hati.” Dan sambil menunjuk ke dadanya tiga kali beliau bersabda, “Takwa ada di sini, takwa ada di sini.” (HR Ahmad dari Anas bin Malik)
Dan tahulah kita jika perubahan dari bersumber dari keimanan, dari hati dan jiwa. Maka perubahan itu menjadi massif dan universal, raga dan fisik kita turut berubah. Pikiran dan perasaan kita ikut berbenah. Cita-cita dan harapan kita terarah. Intuisi kita terasah. Lalu lahirlah peradaban manusia yang membawa mereka kepada kebaikan dan ketinggian level kemanusiaan.
Sejarah telah membuktikan betapa manusia akan hidup harmoni apabila dikendalikan oleh nilai dan peradaban yang bersumber dari langit, dari hati dan jiwa. Timur dan Barat merasakan damainya, tenteramnya, kasih sayangnya, keadilannya, dan keindahannya. Potensi alam dan manusia tereksplorasi secara maksimal dan kemakmurannya terdistribusikan secara merata dan proporsional. Keberkahan langit dan bumi menyatu lalu dicurahkan demi kepentingan manusia.
Tempat kehidupan manusia memang di bumi, namun sumber kehidupan yang sejatinya adalah berasal dari langit. Manusia memang hidup dan beraktivitas dengan fisiknya, namun ia tak berarti apa-apa tanpa kehidupan hati dan jiwanya.
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Apakah orang yang sudah mati ,kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Kahfi: 45)
Rasulullah saw bersabda,
أَلاَ إِنَ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal darah, jika ia sehat, sehat pula seluruh jasad, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR.Bukhari)
Abu Hurairah mengatakan, “Hati adalah raja dan tubuh adalah tentaranya, jika raja itu baik, baik pula tentaranya dan jika raja itu jahat maka jahat pula tentaranya.”
Begitu pula dengan bumi, ia akan ada kehidupan dengan kesuburan dan keindahannya serta rizki manakala ada peran langit.
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu[1418] dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Az-Dzariyat: 22)
Kaum Muslimin, yang dirahmati Alloh
Namun apa jadinya jika kehidupan manusia dikendalikan oleh jasad dengan segala tuntutan dan syahwatnya. Dengan ego dan kebodohannya. Bisa dipastikan bahwa produk yang dihasilkannya, baik yang berupa amal, kata-kata, bahkan pikirannya.. tidak akan jauh berbeda dengan karakternya. Fungsi-fungsi ruh dan jiwa tidak lagi berguna. Dan saat itu tak ada bedanya manusia dengan makhluk lain yang diciptakan dari tanah yang sama.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46)
Demikian pula jika seluruh kehidupan ini dikendalikan dan diatur oleh unsur tanah dan bumi dengan segala produk bumi dalam hal nilai, aturan, undang-undang, budaya, dan estetika. Maka tidak akan ada harmoni di dalamnya. Akan terjadi kontradiksi pada tataran pelaksanaannya, bahkan akan terjadi bencana yang tiada berkesudahan.
Apa yang terjadi di tengah kehidupan akhir-akhir ini, di mana kebutuhan jasad menjadi prioritas, sementara kebutuhan ruhani menjadi ke berapa atau bahkan diabaikan sama sekali, hal ini..merupakan biang dan sumber kekacauan dan ketimpangan di mana-mana, karena bukan wahyu dan titah langit yang menjadi sumber acuan, dan bukan hidayah Alloh serta tekun ibadah yang menyemai manusia.
Maka keadilan ilahiyah tidak lagi ditegakkan. Kebaikan dan keburukan tidak jelas ukurannya. Siapa yang punya kuasa, dialah yang bisa memaksakan kebaikan versi dirinya. Manusia menuruti kehendak dan nafsu syahwat hayawaniyahnya, dengan mengabaikan norma dan aturan Alloh yang telah mencipta manusia. sehingga kejahatan dan kemaksiatan terjadi dimana-mana, tanpa ada perasaan bersalah oleh pelakunya, bahkan orang baik dan taat, tidak lagi menjadi panutan dan sesuatu yang diinginkan
Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, walillahil hamd.
Kaum Muslimin, rahimakumullah
Puasa menciptakan harmoni hubungan antar jasad dan ruh, antar fisik dan jiwa dan menjadikan jiwa sebagai pusat kendali. Harmoni hubungan antara langit dan bumi. Insan bertakwa adalah yang kakinya menjejak bumi namun kepalanya menjelajah langit. Yang berjalan di tengah manusia, bergaul dan bergumul, memberi dan menerima. Perkataan dan perbuatannya bersumber dari jiwa dan hati yang sepenuhnya berada dalam genggaman Ar-Rahman, Alloh-Tuhannya. Itulah suasana Ramadhan yang indah dan penuh kemesraan.
Namun, bulan lain adalah bulannya Allah juga, sebagaimana bulan Ramadhan. Hari lain adalah hari-harinya Allah. Jika di bulan Ramadhan kita merasakan keindahan suasana spiritual kita. Itu bukan semata karena momen Ramadhannya semata. Betapa banyak manusia yang di bulan suci kemarin tetap dikuasai oleh setannya, syahwatnya, nafsunya, dan tuntutan jasad badannya. Maka agar harmoni ini tidak segera berlalu dengan berlalunya bulan Ramadhan. Berikut ini adalah suasana yang tetap bisa dijaga, sesuatu yang tetap dapat kita lakukan meski berlainan bulan dan berbeda hari. Dan kita tetap menjadi hamba Allah di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan.dengan menautkan ruhani kita kepadaNya saja.
1. Mengikat Diri dengan Akhirat dan Apa yang Dijanjikan Allah
Nuansa spiritual sangat terasa selama bulan Ramadhan. Amal dan ibadah kita jelas sekali orientasinya. Kita berharap balasan dan janji Allah. Dengan janji-janji pahala dan surga kaum Muslimin gegap gempita memenuhi panggilan Allah. Berlapar dahaga dan berlelah-lelah rela dialami demi meraih pahala Allah. Kantuk ditahan agar bisa mengeja Al-Quran karena berharap syafaatnya. Hingga surga terasa di depan mata.
Orientasi akhirat membuat si kaya tak tertipu dengan kekayaannya dan tidak menjadikannya sombong dengan kekayaannya. Kekayaannya tidak menjadikannya bangga diri dan merasa lebih mulia dari yang lain. Justru dengan kekayaannya membuatnya khawatir terhadap beban pertanggung-jawabannya menjadi berat di akhirat kelak. Orientasi akhirat dan apa yang ada di sisi Allah membuat si miskin tidak minder dengan kemiskinannya. Bahkan kemiskinannya membuatnya merasa bangga dan bahagia karena beban pertanggung-jawabannya lebih ringan di akhirat nanti.
Dengan mefokuskan orientasi ke akhirat, maka semua yang terjadi menimpa kita, mulai : rasa sedih, gembira, derita, bahagia, sakit, sehat, lapang, sempit, mudah, susah, malang, mujur, dizalimi, dimuliakan, dihina, disanjung, semuanya adalah kendaraan yang membuat orang beriman berselancar menuju kenikmatan dan balasan akhirat. Karena semua yang terjadi di dunia adalah fana dan sementara dan akan berakhir. Namun kampung akhiratlah yang kekal dan abadi selama-lamanya
وَاْلآخِرَةُ خَيْرٌ وَّ أَبْقَى
“Dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 17)
2. Menjaga Syiar-syiar Ibadah
Syiar-syiar ibadah ibarat terminal-terminal kehidupan. Di terminal-terminal itu kita berhenti sejenak untuk menambah bekal perjalanan dan menambah bahan bakar kendaraan. Sembari mengevaluasi perjalanan yang kita lewati. Dari shalat ke shalat, dari satu ibadah ke ibadah yang lain. Demikian pula dengan ibadah lain, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji/umroh.
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ؛ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang kesalahan-kesalahan yang dihapus Allah dan mengangkat derajatnya?” Para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu terhadap bagian-bagian yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid. Dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
3. Menjaga Suasana Keberagamaan dalam Keluarga dan Masyarakat
Di bulan Ramadhan kemarin kita beribadah bersama keluarga. Anak-anak yang belum baligh pun mulai diajari berpuasa. Di masjid penuh dengan suara gaduh anak-anak bermain dan bercanda. Beberapa daerah membuat perda larangan berjualan makanan di siang hari untuk menghormati yang sedang berpuasa. Hampir semua stasiun televisi membuat acara spesial edisi Ramadhan. Di kampung-kampung maupun di kota para pedagang menjajakan aneka makanan dan minuman berbuka. Itu adalah syiar-syiar Ramadhan yang memasuki seluruh wilayah kehidupan di semua segmen, utamanya segmen keluarga dan masyarakat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Maka setelah Ramadhan suasana itu tetap perlu dan harus kita dijaga. Anak-anak tetap perlu diajak memakmurkan masjid. Masyarakat perlu dilibatkan dalam menjaga suasana keberagamaan, menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Masing-masing bertugas di posnya masing-masing sesuai dengan kapasitasnya. Da’i, guru, tokoh agama, pemerintah dengan berbagai levelnya, saling menguatkan dan bahu membahu untuk beristiqomah dalam ibadah, sehingga akan tampak kebersamaan dan keberagaman, dan suasana kekeluargaan dan perbedaan aktifitas dan profesi
Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, walillahil hamd.
Kaum Muslimin, rahimakumullah
4. Interaksi dengan Al-Quran
Baik dengan membacanya, menghafalnya, mentadaburinya, dan mengamalkannya. Rutinitas tilawah akan menjaga spiritual seorang mukmin. Jika di bulan Ramadhan kemarin masing-masing pribadi memiliki target mengkhatamkan tilawah Al-Quran, pasca Ramadhan jangan sampai kitab suci itu ditinggalkan dan diabaikan. Harus tetap memiliki target meski secara kuantitas berkurang daripada bulan Ramadhan. Sehingga kita termasuk ke dalam apa yang digambarkan oleh Alloh dalam al-Qur’an, Surah al-Furqon : 30
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Berkatalah Rasul, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (Al-Furqan: 30)
5. Menjauhi Kemungkaran semampu mungkin
Karena untuk menjadi pribadi yang shalih adalah dengan melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Jika pada bulan Ramadhan kita mampu menahan diri dari kemungkaran, baik pada perbuatan, lisan, dan hati. Di luar bulan Ramadhan-pun kemungkaran tidak berubah menjadi kebaikan, ia tetap sebagai keburukan dan dosa yang mesti dijauhi. Kemampuan mengendalikan diri di bulan Ramadhan harus dijadikan ilmu dalam mencegah setiap yang mungkar. Jika pada bulan Ramadhan kita mampu menjauhi kemaksiatan, bukan lantas di luar Ramadhan kita bebas mengumbar hawa nafsu dan mempertontonkan kemaksiatan.namun justru harus bersikeras menahan diri, sehingga tetap terjaga kesucian dan fitrah kita.
Kendatipun intensitas nasihat dan taushiyah di berbagai tempat dan media berkurang, bahkan tak jarang di antaranya ada yang mengajak dan memaksa manusia melakukan kemaksiatan. Maka semangat Ramadhan tidak boleh melemah dalam membentengi diri dari dosa dan kemungkaran. Bukankah Allah telah jadikan puasa sebagai tameng dan benteng?
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Puasa adalah perisai.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)
Kaum Muslimin, hafidzakumullah
Memang puasa tidak lantas menjadikan kita menjadi malaikat. Orang-orang bertakwa bukanlah mereka yang menafikan unsur jasad dengan menyuplai semua kebutuhan ruh mereka. Namun puasa mengembalikan unsur ciptaan kita berperan secara proporsional sebagaimana ia digariskan. Apa lagi di zaman akhir ini. Di mana dominasi ketertarikan jasad begitu meraja lela. Saking melampaui batasnya, sering kali manusia hendak mengambil alih peran-peran ketuhanan, ia sering mengabaikan keberadaan Alloh, dan semakin jauh dari kedekatan denganNya.
Maka, marilah kita naikkan spiritual kita dengan istiqomah melaksanakan ibadah, agar ruh menjadi semakin lapang, sehingga dapat menikmati hidup, yang sesungguhnya memang indah.
Marilah kita kuatkan keimanan kita, dengan menancapkan keyakinan bahwa Alloh lah yang memiliki sifat Maha atas diri kita yang lemah ini.
Jasad yang kita banggakan kelak akan dikubur di perut bumi, sedangkan ruh kita akan menjalani perjalan di beberapa alam hingga kiamat nanti.
Marilah Bermi’raj ke langit dengan sujud dan ruku’ yang dapat kita rasakan di shalat-shalat wajib dan sunnah, agar dapat kita rasakan damainya hati, sehatnya jasad, tenteramnya pikiran.
Naiklah ke ketinggian malakutus-sama’ dengan zikirmu dan nikmatilah keindahan langlang buanamu
Pada akhirnya, marilah kita tengadahkan tangan ke langit dengan kerendahan hati dan kehinaan jiwa di hadapan Dzat yang Maha Suci dan Maha Sempurna, memohon semoga Alloh selalu membuat kita semangat beribadah, sehingga ruhani kita kaya dan selalu dengat denganNya, dan semoga dengan puasa ramadhan tahun ini, kita termasuk hambaNya yang muttaqin, kembali kepada kesucian dan menjadi pemenang, aamin ya mujiibassailiin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ, وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ, تَقَبَّلْ يَاكَرِيْمْ, وَجَعَلَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ الْفَائِزِيْن
KHUTBAH 2
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ, وَاجْعَلْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا ِبمَا عَلَّمْتَنَا وَفَقِّهْنَا فيِ دِيْنِكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَام
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ، وِانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُؤْمِنِيْنَ فيِ كُلِّ مَكَانٍ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتَ
رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن